talking, laughing, posting, sharing …

Pernah membayangkan bagaimana bentuk kamera di awal kelahirannya? Coba bergabung di komunitas ini dan cari tahu bagaimana sejarah diabadikan lewat rekaman gambar!!

====

Komunitas ini termasuk salah satu yang cukup lama eksis di Tanah Air. Sang penggagas, fotografer kawakan Ray Bachtiar Drajat, telah sejak tahun 2002 menularkan virus kamera lubang jarum –di luar negeri dikenal dengan sebutan pinhole camera- ke seantero negeri. Berawal dari kecintaannya pada dunia fotografi, Ray melirik kamera lubang jarum karena mewakili sebuah proses panjang yang merangkum semua aspek fotografi.

“Saya melihat di era serba digital ini membuat orang menyukai fotografi secara instan. Fotografi itu adalah sebuah proses merekam cahaya, diharapkan dengan mengerti proses itu akan semakin menambah kecintaan kita pada fotografi. Proses inilah yang membuat kita belajar dan tidak serta merta tahu hasilnya saja,” ujar penggiat fotografi yang pernah bekerja di beberapa majalah terbitan Ibukota ini.

Sesuai dengan namanya, Komunitas Lubang Jarum Indonesia (KLJI) adalah kumpulan para pecinta foto dengan media kaleng atau kardus/kotak. Meski dalam perkembangannya komunitas ini telah bercabang menjadi berbagai kelompok namun dasar dan prinsip yang dipakai tetap sama.

Lalu apa sebenarnya kamera lubang jarum itu? Dapat diartikan secara harafiah adalah menangkap cahaya menggunakan kaleng bekas atau kardus sebagai kameranya. Pada bagian dalam kaleng atau kardus itu dicat hitam agar kedap cahaya. Setelah itu di salah satu bagian dibolongi dengan jarum, kecil saja bahkan kadang-kadang tidak perlu sampai menembus. Inilah yang digunakan sebagai kamera. Sebagai filmnya, digunakan kertas film yang banyak dijual di toko peralatan fotografi. Setelah itu proses mencuci film dilakukan di dalam kamar gelap. Serangkaian proses panjang inilah yang menjadi “bumbu” pemikat bagi para penggemarnya untuk terus bereksperimen dengan kamera lubang jarum mereka. Bukan tidak mungkin gagal, karena prosesnya yang “purba” ini kemungkinan gagal justru terbuka lebar. Semisal terlalu banyak cahaya yang masuk sehingga kertas film terbakar, atau proses cuci yang tidak tepat bisa membuat kita kehilangan momen yang kita rekam.

“Disini kita jadi sering bereksperimen, mencari batasan-batasan yang dapat dikerjakan oleh kamera ini. Sampai sejauh mana kondisi yang optimal untuk dapat membuat foto yang baik. Proses ini adalah proses belajar dan kreativitas tiada akhir,” tutur Ray menambahkan.

Saat ini sudah ribuan anggota KLJI. Tersebar di 17 kota dan mereka baru saja menggelar pameran bersama komunitas fotografi lain se-Indonesia di Pasar Festival, Jakarta mulai Desember hingga pertengahan Januari lalu. “Sekarang hampir setiap kota besar ada komunitasnya. Cek di facebook dan cari saja berbagai grup dengan nama KLJI dengan embel-embel kota misalnya KLJI Bandung, KLJI Jogja dan sebagainya,” ujar Ray yang sedang sibuk menyiapkan naskah untuk buku ketiganya tentang kamera lubang jarum.

Selain itu, sebagai “sesepuh” Ray juga kerap diundang oleh berbagai komunitas KLJI untuk berceramah, workshop sampai sekedar membuka pameran. “Kamera lubang jarum juga masuk di kurikulum Institut Seni Rupa Indonesia, serta menjadi unit kegiatan mahasiswa di berbagai kampus di Jakarta dan sekolah di banyak kota lainnya. Bahkan di awal memulai tahun 2001 dulu saya memberikan workshop pada murid SD di daerah Bantar Gebang, Bekasi.” KLJI juga aktif memberikan penghargaan atas eksistensi para penggiat foto senior yang berjasa bagi perkembangan fotografi di Indonesia.

Dengan menjadi penggiat KLJI, Ray tidak anti digital. Baginya kamera lubang jarum adalah media untuk menumbuhkan rasa, kreativitas dan kepekaan dalam berkarya di dunia yang serba digital ini. “Segala sesuatu membutuhkan proses. Dalam proses itu ada pembelajaran, pengembangan kreativitas dan inovasi. Ini yang menjadi prinsip yang akan terus terpatri dalam pikiran kita. Sampai kapanpun kita akan terbiasa dengan proses dan tidak melulu berharap hasil yang instan,” ujar Ray menutup perbincangan.

Ya, KLJI mengingatkan kita pada kelahiran dan proses evolusi panjang dunia fotografi. Sejak pertama digagas oleh ilmuwan Italia, Angelo Sala pada abad XVII dan akhirnya disempurnakan oleh William H. Fox Talbot tahun 1839, seni rekam gambar memang terus berubah. Kini dengan kecanggihan digital membuat rekam gambar menjadi sangat mudah. Terlalu mudah bahkan! Tinggal tekan tombol di kamera maka tersajilah citra yang diinginkan. Tidak repot dan buang waktu! Tapi, dengan mempelajari kamera lubang jarum setidaknya kita akan mengetahui proses panjang dibalik terciptanya sebuah gambar yang indah. Selain itu, kita tentu saja berperan aktif mengurangi limbah buang berupa kaleng dan kardus bekas. Tertarik?

(yuk)

 

Comments on: "Komunitas Lubang Jarum Indonesia – Saat Kamera Belum Berjaya –" (11)

  1. antonius effendi said:

    Saya sangat tertarik untuk melihat lebih jauh tentang Komunita Kamera Lubang Jarum Jakarta……… Apakah saya dapat berkunjung dan bertemu dengan Kang Ray.

  2. Repentance Sitepu said:

    jangan bilang foto grafer lok lom lihat yang ini

  3. indah sari pratiwi said:

    hey mas..
    saya tertarik banget dgn KLJI inii.
    kalo mau gabung dgn KLJI Medan cemana caranya ya???

  4. mau ikutan dong!!!

  5. Kalo tertarik, Yukk !! gabung bersama kami di Komunitas Lubang Jarum Indonesia 😀

  6. blh ikutan gk ni

  7. adi surya said:

    Apa syaratnya klo mo jdi anggota?apakah wilayah tangerang ada KLJ?

Leave a reply to syenit zircon Cancel reply